Banyak sekali
teori yang menerangkan perjalanan terjadinya kasus ini. Sebagian besar kasus ini terjadi dikarenakan
persoalan psikis yang diderita saat masa remaja ataupun masuk pada awal
kedewasaan. Masalah ini merupakan masalah serius di negeri Jepang dimana hal
ini menurunkan kualitas generasi bangsanya. Istilah ini mencuat ke publik pada
tahun 2000 dan menyebar ke seluruh dunia melalui berbagai macam media yang
membahas hal ini.
Rata-rata
karakteristik yang diperlihatkan oleh masalah ini adalah hilangnya keinginan
untuk berinteraksi dengan orang lain dan senang berlarut-larut diam di ruangan
pribadinya. Proses menarik diri dari kehidupan sosial ini berlangsung
perlahann-lahan, contohnya dimulai dari hilangnya minat dalam belajar,
seringnya absen dalam pelajaran di sekolah, dan senang mengurung diri dalam
kamar. Orang yang terkena kasus ini biasanya terlihat muram, putusnya hubungan
dengan temannya, merasa tidak aman atau gelisah bila berada di dekat orang
lain, malu, dan kurang banyak berbicara.
- Hikikomori dapat didiagnosis dengan beberapa kriteria berikut :
- Menghabiskan sepanjang hari mengurung diri dalam rumah
- Terlihat jelas dan berupaya menjauhi dunia sosial
- Gejala yang diderita mempengaruhi secara signifikan rutinitas sehari-hari penderita, contoh : pekerjaan atau akademik
- Beranggapan bahwa menarik diri dari kehidupan sosial adalah ideal atau ego dirinya Durasi minimal 6 bulan
- Tidak adanya kelainan kelainan mental lainnya
Hikikomori atau yang dikategorikan sebagai penyakit
penarikan sosial yang akut ini terjadi dikarenakan berbagai hal. Sebagian besar
terjadi dikarenakan faktor keluarga dan kehidupan sekolahnya. Penderita kasus ini biasanya mulai mengalami halusinasi tentang dunianya sendiri yang pas untuk dirinya. Menciptakan keadaan yang ideal untuk dirinya. Sendirian di dunia yang ia buat dalam kamarnya yang sempit.
Faktor keluarga biasanya dikarenakan masalah
keluarga yang terjadi dan berdampak pada proses perkembangan mental dari
seorang anak. Trauma psikis yang diterima oleh seorang anak pada keluarga yang
mengalami masalah, contohnya perceraian, konflik rumah tangga, dan kekerasan
dalam keluarga. Tekanan yang berlebihan pada anak akan mengganggu proses
pemikiran anak dan membuatnya beranggapan bahwa dirinya merasa tidak
dibutuhkan. Hal ini juga dapat diperkuat pada faktor eksternal yaitu kehidupan
sekolahnya yang tidak kondusif, dimana rasa malu dan kurang percaya dirinya
sang anaknya dikarenakan anggapan dirinya kurang dimata orang lain serta
prosesi bullying ataupun permasalahan
lain dengan teman sepergaulannya.
Model Kübler-Ross tentang lima tahapan emosi biasanya terjadi
ketika terjadinya pergolakan emosi atau mental yang terjadi.
Tahapan ini dimulai dari tahapan ke-1, Denial (Penolakan), dimana pada tahapan ini diri kita tengah
mencoba bertahan akan mekanisme yang mengancam keseimbangan mental kita “aku
merasa baik-baik saja, hal ini tak mungkin tejadi pada diriku”. Bentuk penolakan
akan kenyataan yang terjadi menjadi pilihan.
Tahap ke-2, Anger (Amarah), tahapan kedua setelah tekanan psikis tak dapat
dielakan lagi. Rasa amarah mulai menguasai diri dan mempertanyakan mengapa
keadaan itu terjadi. “mengapa hal ini terjadi padaku, ini tidak adil!”.
Tahap ke-3, Bargaining (Tawar-menawar),
tahapan dimana diri kita mulai menyadari bahwa bentuk amarah tak akan
menyelesaikan permasalahan dan mulai mencari-cari solusi dengan cara
mencari-cari jalan keluar yang mungkin dapat ditempuh. “aku akan melakukan apa
pun agar hal ini tak terjadi”
Tahap ke-4, Depression
(Depresi), tahapan keempat dimana diri kita telah mencapai fase klimaks dalam
mencoba mencari penyelesaian konflik batin yang terjadi pada diri kita. Setelah
upaya tawar-menawar untuk mendapatkan kebebasan dari persoalan diri kita telah
dilakukan dan pintu penyelesaian tak dapat ditemukan, hal inilah yang terjadi. Rasa
bersalah dan putus asa yang ada.
Tahap ke-5, Acceptance
(Menerima), tahapan terakhir dari pergolakan jiwa yang kita hadapi dalam proses
menerima segala tekanan yang ada. Tahapan dimana batin kita telah menerima
segala hal yang terjadi dan tak lagi mempersoalkan akankah itu buruk atau
tidak. Inilah fase antiklimaks yang kita temui dan kembali ke tahapan mental
normal.
Kelima tahapan itu adalah alur tahapan kejiwaan yang dihipotesiskan oleh Kübler-Ross. Setiap orang tidak
selamanya mengalami kelima tahapan tersebut, ada yang mengikuti alur ataupun
berjalan secara tidak beraturan. Bila kita terlalu lama berhenti pada salah
satu tahapan diatas maka masalah kejiwaan pun muncul.
Hikikomori merupakan salah satu masalah tentang kejiwaan yang sangat
banyak dan tak menutup kemungkinan bahwa kita telah atau sedang mengalaminya
saat ini. Manusia memang lemah dalam hal soal permainan “hati”. Semoga kita
dapat menjaga hati dan perasaan kita, tak hanya kita tapi juga orang lain. Inilah
seni berkehidupan, bagaimana kita merangkai rencana-rencana yang indah tanpa
melukai hati siapa pun, temasuk diri kita sendiri. :D
Sumber :
- towakudai.blogs.com/Hikikomori.Research.Survey.pdf
- Santrock, J.W. (2007). A Topical Approach to Life-Span Development. New York: McGraw-Hill.
- Teo, Alan R. and Albert Gaw. 2010. Hikikomori, a Japanese Culture-Bound Syndrome of Social Withdrawal? A Proposal for DSM-5.”Journal of Nervous and Mental Disease 198(6): 444-449
- en.wikipedia.org/wiki/Hikikomori
0 comments:
Posting Komentar