Sungguh terasa berat. Tak hanya sekujur tubuh
kecilnya, namun jiwanya masih rapuh untuk kembali berdiri tegak. Dua hari telah
berlalu, namun tak satupun luka yang menganga di hatinya mengering. Mengurung
diri adalah pilihan terbaik yang dapat ia temukan untuk menutupi lukanya yang
tak kunjung sembuh. Kamar kecil itu mengunci dirinya beserta seorang anak
manusia di dalamnya. Tak nyaman rasanya di sana. Dunia terlihat begitu gelap
hari itu.
“Cil, ini hari Senin, kok belum siap-siap
buat sekolah? Ayo cepat keluar dari kamarmu!”
Teriakan ibu memecah lamunan manusia kecil. Pukul
05.30 pagi. Dia turun dengan lemasnya dari tempat tidurnya. Sungguh sial. Hari
libur itu selalu saja terasa begitu cepat berlalu. Mengapa hari Senin datangnya
begitu cepat sekali. Dan pagi itu, energinya sudah terkuras habis oleh lamunan
gilanya dan segala bentuk keluhan yang ia pendam di hatinya. Tak ada semangat
yang terpancar. Hanya sikap murung yang terus berkecamuk
“Kenapa cemberut gitu cil? Masa pagi-pagi
udah cemberut sih?” tanya ibunya sambil
tersenyum padanya.
“Biarin” jawab manusia kecil dengan ketusnya.
Manusia kecil lalu pergi ke kamar mandi dan
bersiap-siap untuk pergi sekolah. Jalannya sempoyongan, seperti mayat hidup
yang dipaksa untuk pergi ke sekolah. Sunggguh aneh. Ibunya hanya bisa menggelen-gelengkan
kepalanya. Ada apa gerangan dengan anak kecilnya itu.
Pukul 06.15. Manusia kecil sudah siap dengan
perlengkapannya untuk pergi sekolah. Mungkin masih ada satu atau dua hal yang
belum ia siapkan. Tampak terlihat jelas apa yang begitu kurang dari dirinya
hari itu. Tak ada senyuman yang terpajang di wajahnya dan tak sedikitpun keikhlasan
hatinya yang hadir untuk mengajaknya pergi.
Mentari sudah mulai terbit menyapa setiap
orang yang tengah berada di jalanan. Hanya saja kehangatannya masih belum dapat
melawan dinginnya suasana pagi itu. Manusia kecil berjalan perlahan. Tubuhnya
memang terlihat jelas berjalan melintasi jalan setapak itu. Tapi, dimana
pikirannya saat itu ya. Tak ada seorangpun yang tahu. Dia hanya berjalan dengan
tatapan lurus ke arah permukaan jalan, mengabaikan setiap hal baru yang tengah
terjadi di sekelilingnya. Manusia kecil hari ini. Tengah senang melantunkan
satu atau dua buah omelan kecil. Jeritan sayup-sayup.
Gerbang sekolah sudah terlihat jelas beberapa
meter dari tempatnya. Kedua matanya seolah tak ingin melihatnya. Tubuhnya
seakan ingin berontak dan melarikan diri dari tempat itu. Keringatnya sudah
mulai bercucuran. Bercucuran deras membasahi kedua telapak tangannya. Namun
berbeda. Keringatnya terasa begitu dingin. Jantungnya semakin kencang seiring
dengan berkurangnya jarak antara dirinya dan sekolah. Kekhawatiran mulai
mewarnai pikirannya.
“Mengapa hal ini harus terjadi padaku?”
“Cil!” sapa seseorang yang tiba-tiba muncul
di sampingnya.
Manusia kecil menolehkan pandangannya ke
samping. Raut wajah berubah. Dia sungguh kaget dengan apa yang ia lihat.
“Akhirnya datang juga kau!!!!” manusia kecil
menggeram.
“Sudah habis kesabaranku, ikut denganku sekarang. Cepat!” pintanya dengan
kasar
Orang itu bingung bercampur takut dengan ajakannya itu, namun manusia
kecil tidak mau peduli. Dia meraih tangan orang itu dan menariknya masuk
ke sekolah.
Akhirnya waktunya tiba.
0 comments:
Posting Komentar