Selasa, 15 Oktober 2013

Story 6 : Manusia Kecil Hari lain 1

Sungguh terasa berat. Tak hanya sekujur tubuh kecilnya, namun jiwanya masih rapuh untuk kembali berdiri tegak. Dua hari telah berlalu, namun tak satupun luka yang menganga di hatinya mengering. Mengurung diri adalah pilihan terbaik yang dapat ia temukan untuk menutupi lukanya yang tak kunjung sembuh. Kamar kecil itu mengunci dirinya beserta seorang anak manusia di dalamnya. Tak nyaman rasanya di sana. Dunia terlihat begitu gelap hari itu.

“Cil, ini hari Senin, kok belum siap-siap buat sekolah? Ayo cepat keluar dari kamarmu!”

Teriakan ibu memecah lamunan manusia kecil. Pukul 05.30 pagi. Dia turun dengan lemasnya dari tempat tidurnya. Sungguh sial. Hari libur itu selalu saja terasa begitu cepat berlalu. Mengapa hari Senin datangnya begitu cepat sekali. Dan pagi itu, energinya sudah terkuras habis oleh lamunan gilanya dan segala bentuk keluhan yang ia pendam di hatinya. Tak ada semangat yang terpancar. Hanya sikap murung yang terus berkecamuk

“Kenapa cemberut gitu cil? Masa pagi-pagi udah cemberut sih?” tanya ibunya sambil  tersenyum padanya.

“Biarin” jawab manusia kecil dengan ketusnya.

Manusia kecil lalu pergi ke kamar mandi dan bersiap-siap untuk pergi sekolah. Jalannya sempoyongan, seperti mayat hidup yang dipaksa untuk pergi ke sekolah. Sunggguh aneh. Ibunya hanya bisa menggelen-gelengkan kepalanya. Ada apa gerangan dengan anak kecilnya itu.
Pukul 06.15. Manusia kecil sudah siap dengan perlengkapannya untuk pergi sekolah. Mungkin masih ada satu atau dua hal yang belum ia siapkan. Tampak terlihat jelas apa yang begitu kurang dari dirinya hari itu. Tak ada senyuman yang terpajang di wajahnya dan tak sedikitpun keikhlasan hatinya yang hadir untuk mengajaknya pergi.

Mentari sudah mulai terbit menyapa setiap orang yang tengah berada di jalanan. Hanya saja kehangatannya masih belum dapat melawan dinginnya suasana pagi itu. Manusia kecil berjalan perlahan. Tubuhnya memang terlihat jelas berjalan melintasi jalan setapak itu. Tapi, dimana pikirannya saat itu ya. Tak ada seorangpun yang tahu. Dia hanya berjalan dengan tatapan lurus ke arah permukaan jalan, mengabaikan setiap hal baru yang tengah terjadi di sekelilingnya. Manusia kecil hari ini. Tengah senang melantunkan satu atau dua buah omelan kecil. Jeritan sayup-sayup.
Gerbang sekolah sudah terlihat jelas beberapa meter dari tempatnya. Kedua matanya seolah tak ingin melihatnya. Tubuhnya seakan ingin berontak dan melarikan diri dari tempat itu. Keringatnya sudah mulai bercucuran. Bercucuran deras membasahi kedua telapak tangannya. Namun berbeda. Keringatnya terasa begitu dingin. Jantungnya semakin kencang seiring dengan berkurangnya jarak antara dirinya dan sekolah. Kekhawatiran mulai mewarnai pikirannya.

“Mengapa hal ini harus terjadi padaku?”

“Cil!” sapa seseorang yang tiba-tiba muncul di sampingnya.
Manusia kecil menolehkan pandangannya ke samping. Raut wajah berubah. Dia sungguh kaget dengan apa yang ia lihat.

“Akhirnya datang juga kau!!!!” manusia kecil menggeram.

“Sudah habis kesabaranku, ikut  denganku sekarang. Cepat!” pintanya dengan kasar

Orang itu bingung bercampur  takut dengan ajakannya itu,  namun manusia  kecil tidak mau peduli. Dia meraih tangan orang itu dan menariknya masuk ke sekolah.


Akhirnya waktunya tiba. 

0 comments:

Posting Komentar

 
;