Selasa, 29 Oktober 2013

Notes61 : Wahai Pemuda

Gambar : kolomkiri.files.wordpress.com
Mendung sudah menemani sepanjang perjalanan pulang ini. Tak berapa lama hujan pun turun. Suasa di dalam bis travel itu menjadi lebih dingin serta sepi. Tampak di luar hujan turun dengan deras, membasuh mobil-mobil yang memenuhi jalan-jalan kota sore itu. Kadang melamun itu menyenangkan dalam keadaan seperti itu

Hari itu, tanggal 28 Oktober, hari peringatan salah satu peristiwa luar biasa yang telah menjadi bagian batu bata bangsa ini untuk dapat berdiri sampai detik ini. Ya, mungkin sebagian besar tak akan lupa tentang sumpah yang dikumandangkan 85 tahun silam. Sebuah sumpah yang coba dikumandangkan sebagai salah satu janji untuk bangsa ini, dan suatu bukti bahwa para pemuda bangsa ini masihlah ingat tentang cintanya pada negeri ini. Sumpah Pemuda.
 Zaman sebelum kemerdekaan telah Allah anugerahkan kepada negeri ini, para pendahulu kita masihlah sibuk dengan urusan memerdekakan atau membebaskan salah satu negeri kepulauan ini dari cengkraman para kolonial. Hanya ada dua keputusan dalam benak mereka. Diam menjadi kacung kedzaliman para penjajah tanah air, atau bergerak untuk menegakkan hak kemerdekaan bangsa Indonesia yang tengah terjatuh dan terlindas.

Para pemuda pendahulu kita telah banyak memberikan jasanya untuk bangsa ini. Mereka lahir bukan dalam keadaan nyaman seperti kita hari ini. Mereka lahir dalam keadaan dipenuhi oleh ancaman yang sangat jelas nampak dari wajah-wajah kolonialisme. Mereka dituntut untuk berpikir kritis akan nasib bangsa ini ke depannya saat usia mereka masih sangat muda. Mereka tumbuh dalam penyiksaan harta dan martabat bangsanya. Mereka sudah terbebani oleh masa depan negeri ini. Tapi hal itu bukanlah masalah yang berarti selama kemerdekaan negeri ini dapat diraih. Selama anak cucu, generasi mereka dapat menikmati jerih perih perjuangan mereka, serta “kemerdekaan” negeri ini dapat terus terjaga.

Pemuda, sebagai generasi penerus bangsa. Bila dilihat dari segi umur, pemuda bisa dibilang orang yang berusia belasan sampai dua atau tiga puluh tahunan. Walaupun sebenarnya arti pemuda lebih tepat disandang orang-orang yang masih memiliki semangat muda. Indonesia saat ini tengah berjalan menuju masa dimana pemuda memiliki populasi terbanyak. Hal ini dapat kita lihat dari piramida penduduk Indonesia yang lambat laun akan membuncit pada bagian tengah. Hal ini menunjukan bahwa masyarakat Indonesia akan banyak diisi oleh para kaum muda. Menjadi peluang yang luar biasa untuk perkembangan Indonesia bila tiap pemuda tersebut dapat sepenuhnya memaksimalkan potensi pribadinya masing-masing.

Mari kita lihat kondisi para kaum muda bangsa ini. Secara umum masih sedikit dari mereka yang memikirkan tentang bangsa ini kedepannya. Kehidupan modern telah mengubah mindset pikiran kita untuk selalu terus memanjakan diri mereka tiap harinya. Sikap hedonisme telah mengantarkan para penerus generasi ini untuk bersikap buta atas segala peristiwa-peristiwa yang terjadi di negeri ini. Para kaum muda sering melupakan bahwa, amanah untuk memiku bangsa ini akan segera datang kepada kita beberapa tahun lagi. Zaman dimana keputusan negeri ini akankah maju atau mundur akan berada pada tangan kita ini. Setiap orang akan mengisi sektor-sektor penyusun negeri ini dan cerminan negeri ini akan tampak langsung dari wajah-wajah kita, para pemuda negeri ini. Bagaimanakah kita saat ini? kita masihlah sibuk dengan urusan masing-masing yang tak kunjung terselesaikan. Masalah-masalah sepele dengan pribadinya yang tak mau diajak kompromi. Egoisme telah menguasai ketika ratapan dan harapan penduduk kita bertebaran mengisi langit-langit bangsa ini. Kemanakah kita? Apakah kita terlalu berpikiran positif bahwa segalanya pasti akan baik pada akhirnya? Apakah kita terlalu lama tertidur sehingga lupa tentang bangsa kita ini? Kemanakah semangat pemuda bangsa ini, tak malukah kita atas perjuangan para pemuda pendahulu kita yang telah membawa kemerdekaan pada ibu pertiwi.

Para penjajah bangsa ini bukanlah orang lain, penjajah martabat bangsa saat ini adalah kita sendiri. Kita yang terlalu terlena akan nikmat akhirnya lupa untuk mensyukuri keadaan damainya negeri ini sampai detik ini. Tidak ada peperangan lagi. Tidak ada lagi penjajahan ataupun kerja paksa.

Para pemuda, generasi penerus bangsa ini. Para pemuda, penggerak pembaharuan negeri ini. Sudahkah kau melihat wajah Indonesia hari ini?


وَضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا قَرْيَةً كَانَتْ آمِنَةً مُطْمَئِنَّةً يَأْتِيهَا رِزْقُهَا رَغَدًا مِنْ

كُلِّ مَكَانٍ فَكَفَرَتْ بِأَنْعُمِ اللَّهِ فَأَذَاقَهَا اللَّهُ لِبَاسَ الْجُوعِ وَالْخَوْفِ بِمَا

كَانُوا يَصْنَعُونَ

Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezekinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah; karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat.” (QS : An-Nahl : 112)

Dan dari Jabir RA berkata, tatkala Nabi SAW berada dalam suatu majelis sedang berbicara dengan sahabat, maka datanglah orang Arab Badui dan berkata “Kapan terjadi Kiamat?” Rasulullah SAW terus melanjutkan pembicaraanya. Sebagian sahabat berkata: Rasulullah SAW mendengar apa yang ditanyakan tetapi tidak menyukai apa yang ditanyakannya. Berkata sebagian yang lain: Rasul SAW tidak mendengar. Setelah Rasulullah SAW menyelesaikan perkataannya, beliau bertanya: “Mana yang bertanya tentang Kiamat?” Berkata orang Badui saat itu: “Saya wahai Rasulullah SAW”. Rasul SAW berkata : “Jika amanah disia-siakan, maka tunggulah Kiamat”. Bertanya: “Bagaimana menyia-nyiakannya?” Rasul SAW menjawab: “Jika urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah hari Kiamat”. (HR. Bukhari)

0 comments:

Posting Komentar

 
;