Gambar : kolomkiri.files.wordpress.com |
Hari itu, tanggal
28 Oktober, hari peringatan salah satu peristiwa luar biasa yang telah menjadi
bagian batu bata bangsa ini untuk dapat berdiri sampai detik ini. Ya, mungkin
sebagian besar tak akan lupa tentang sumpah yang dikumandangkan 85 tahun silam.
Sebuah sumpah yang coba dikumandangkan sebagai salah satu janji untuk bangsa
ini, dan suatu bukti bahwa para pemuda bangsa ini masihlah ingat tentang
cintanya pada negeri ini. Sumpah Pemuda.
Para pemuda
pendahulu kita telah banyak memberikan jasanya untuk bangsa ini. Mereka lahir
bukan dalam keadaan nyaman seperti kita hari ini. Mereka lahir dalam keadaan
dipenuhi oleh ancaman yang sangat jelas nampak dari wajah-wajah kolonialisme. Mereka
dituntut untuk berpikir kritis akan nasib bangsa ini ke depannya saat usia
mereka masih sangat muda. Mereka tumbuh dalam penyiksaan harta dan martabat
bangsanya. Mereka sudah terbebani oleh masa depan negeri ini. Tapi hal itu
bukanlah masalah yang berarti selama kemerdekaan negeri ini dapat diraih. Selama
anak cucu, generasi mereka dapat menikmati jerih perih perjuangan mereka, serta
“kemerdekaan” negeri ini dapat terus terjaga.
Pemuda,
sebagai generasi penerus bangsa. Bila dilihat dari segi umur, pemuda bisa dibilang
orang yang berusia belasan sampai dua atau tiga puluh tahunan. Walaupun
sebenarnya arti pemuda lebih tepat disandang orang-orang yang masih memiliki
semangat muda. Indonesia saat ini tengah berjalan menuju masa dimana pemuda
memiliki populasi terbanyak. Hal ini dapat kita lihat dari piramida penduduk
Indonesia yang lambat laun akan membuncit pada bagian tengah. Hal ini menunjukan
bahwa masyarakat Indonesia akan banyak diisi oleh para kaum muda. Menjadi
peluang yang luar biasa untuk perkembangan Indonesia bila tiap pemuda tersebut
dapat sepenuhnya memaksimalkan potensi pribadinya masing-masing.
Mari kita
lihat kondisi para kaum muda bangsa ini. Secara umum masih sedikit dari mereka
yang memikirkan tentang bangsa ini kedepannya. Kehidupan modern telah mengubah mindset pikiran kita untuk selalu terus
memanjakan diri mereka tiap harinya. Sikap hedonisme telah mengantarkan para
penerus generasi ini untuk bersikap buta atas segala peristiwa-peristiwa yang
terjadi di negeri ini. Para kaum muda sering melupakan bahwa, amanah untuk
memiku bangsa ini akan segera datang kepada kita beberapa tahun lagi. Zaman dimana
keputusan negeri ini akankah maju atau mundur akan berada pada tangan kita ini.
Setiap orang akan mengisi sektor-sektor penyusun negeri ini dan cerminan negeri
ini akan tampak langsung dari wajah-wajah kita, para pemuda negeri ini.
Bagaimanakah kita saat ini? kita masihlah sibuk dengan urusan masing-masing
yang tak kunjung terselesaikan. Masalah-masalah sepele dengan pribadinya yang
tak mau diajak kompromi. Egoisme telah menguasai ketika ratapan dan harapan
penduduk kita bertebaran mengisi langit-langit bangsa ini. Kemanakah kita? Apakah
kita terlalu berpikiran positif bahwa segalanya pasti akan baik pada akhirnya?
Apakah kita terlalu lama tertidur sehingga lupa tentang bangsa kita ini? Kemanakah
semangat pemuda bangsa ini, tak malukah kita atas perjuangan para pemuda pendahulu
kita yang telah membawa kemerdekaan pada ibu pertiwi.
Para penjajah
bangsa ini bukanlah orang lain, penjajah martabat bangsa saat ini adalah kita
sendiri. Kita yang terlalu terlena akan nikmat akhirnya lupa untuk mensyukuri
keadaan damainya negeri ini sampai detik ini. Tidak ada peperangan lagi. Tidak ada
lagi penjajahan ataupun kerja paksa.
Para pemuda,
generasi penerus bangsa ini. Para pemuda, penggerak pembaharuan negeri ini.
Sudahkah kau melihat wajah Indonesia hari ini?
وَضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا
قَرْيَةً كَانَتْ آمِنَةً مُطْمَئِنَّةً يَأْتِيهَا رِزْقُهَا رَغَدًا مِنْ
كُلِّ
مَكَانٍ فَكَفَرَتْ بِأَنْعُمِ اللَّهِ فَأَذَاقَهَا اللَّهُ لِبَاسَ الْجُوعِ
وَالْخَوْفِ بِمَا
كَانُوا يَصْنَعُونَ
“Dan Allah telah membuat suatu
perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezekinya
datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya
mengingkari nikmat-nikmat Allah; karena itu Allah merasakan kepada mereka
pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat.” (QS
: An-Nahl : 112)
Dan dari Jabir RA berkata, tatkala Nabi SAW berada dalam suatu
majelis sedang berbicara dengan sahabat, maka datanglah orang Arab Badui dan
berkata “Kapan terjadi Kiamat?”
Rasulullah SAW terus melanjutkan pembicaraanya. Sebagian sahabat berkata: Rasulullah SAW mendengar apa yang ditanyakan
tetapi tidak menyukai apa yang ditanyakannya. Berkata sebagian yang lain: Rasul SAW tidak mendengar. Setelah Rasulullah
SAW menyelesaikan perkataannya, beliau bertanya: “Mana yang bertanya tentang Kiamat?” Berkata orang Badui saat itu: “Saya wahai Rasulullah SAW”. Rasul SAW
berkata : “Jika amanah disia-siakan, maka
tunggulah Kiamat”. Bertanya: “Bagaimana
menyia-nyiakannya?” Rasul SAW menjawab: “Jika
urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah hari Kiamat”.
(HR. Bukhari)
0 comments:
Posting Komentar