Panasnya hari itu tak hanya bisa
membuat es dapat mencair dengan sangat cepat, tapi juga bisa mencairkan hati
yang dingin dan tenang daan akhirnya dapat memanaskannya menjadi penuh resah
dan rasa jengkel. Sungguh asyik sekali gumam manusia kecil ketika tengah duduk santai
di singgasana sederhananya. Dia memang bukan raja yang menguasai suatu kerajaan
yang megah, tapi ia merasa sebagai seorang raja dalam hidupnya sendiri, dan
pastinya punya hak atasnya. Tiba-tiba terdengar sahutan dari arah jalanan
setapak yang dari tadi hilir mudik dilewati orang. Manusia kecil membuka mata
dan mencari siapa gerangan yang mengusik waktu santainya itu. Lalu ia pun
melihat ke arah gerbang rumahnya yang dibatasi oleh pagar kecil yang terbuat
dari besi yang sudah berkarat. Siapakah itu? pikirnya.
Terlihat seorang anak bertubuh
mungil melambai-lambaikan tangannya. Manusia kecil tak begitu jelas dapat
melihat wajah anak itu. Lalu ia pun bangun dari singgasananya dan berlari-lari
kecil ke arah pagar. Setibanya di pagar, anak itu berteriak kencang ke arah
manusia kecil. Tak terdengar jelas apa yang ia teriakan, namun terikannya sudah
pasti mengagetkan manusia kecil. Merasa tertantang dan ingin menunjukan bahwa
ia lebih hebat dari lawannya yang tiba-tiba datang dan mengusik waktu
santainya, ia pun juga berteriak dengan keras dan mengagetkan beberapa pengguna
jalan di depan rumahnya itu. Tak terlalu penting isi teriakannya, namun yang
pasti volumenya haruslah tinggi.
Merasa teriakannya lebih keras
dibandingkan anak tersebut, manusia kecil terlihat sangat bangga dan puas. Namun
tiba-tiba, tanpa diduga sama sekali, terdengarlah suara yang lebih keras dari
anak itu. Bukan suara teriakan balasan yang ia duga akan manusia kecil
dapatkan, namun suara tangisan dan raungan yang keras yang memaksanya untuk
menutup telinganya rapat-rapat. Beberapa pengguna jalan ada yang terhenti
langkahnya dan melirik ke arah suara tangisan tersebut dan bertanya-tanya apa
yang tengah terjadi. Manusia kecil hanya mematung dan membisu. Apa yang telah
terjadi sesungguhnya.
Anak itu adalah si anak mungil.
Teman satu permainan dari manusia kecil. Dia datang untuk mengunjunginya di
hari libur untuk mengajaknya bermain. Teriakannya adalah ciri khas dia untuk
memanggil kawan karibnya, si manusia kecil. Singkat cerita anak mungil dan
manusia kecil sudah berada di dalam rumah manusia kecil dan perkara yang
membuat heboh di depan rumahnya sudah terselesaikan. Mereka berdua tersenyum
satu sama lain dan saling meminta maaf.
Mereka tahu dari pada berlarut-larut memikirkan hal itu lebih baik
mereka menghabiskan waktu lebihnya dengan bermain karena hari libur itu sangat
singkat dan pastinya cepat akan berlalu.
Jam sudah menunjukan pukul
setengah 5 sore. Panasnya siang itu lambat laun mulai berkurang saat sore hari
datang. Setelah merasa lelah bermain bersama kawan karibnya, manusia kecil
mengajak kawannya itu duduk di atas kursi di beranda rumah untuk beristrirahat.
Manusia kecil memberitahu anak mungil untuk mengikuti apa yang ia lakukan tadi
siang yaitu duduk santai serta memejamkan matanya. Anak mungil ikut saja
pintaan kawannya tersebut. Ini momen yang pas untuk manjutkan apa yang belum
tuntas ia kerjakan tadi siang pikirnya.
Mereka bedua duduk diam. Anak
mungil dengan rasa keingin tahuannya bertanya pada kawanya tentang apa yang
sebenarnya tengah mereka lakukan. Manusia kecil hanya tersenyum dan meletakan
telunjuknya di mulutnya untuk menisyaratkan temannya untuk diam. Anak mungil
hanya terlihat makin bingung atas sikap
kawannya tersebut, dan bepikir lebih baik untuk diam dan mengamati apa yang
tengah dilakukan oleh kawannya tersebut.
Tiba-tiba angin berhembus ke arah
mereka. Sungguh terasa nyaman dan nikmat sekali, pastinya ketika tengah dalam
keadaan panas dan rasa lelah telah memuncak akibat bermain. Diperhatikannya wajah kawannya itu, terlihat
tentram dan damai. Anak mungil pun tanpa berpikir panjang mengikuti kembali apa
yang kawannya itu minta untuk lakukan. Manusia kecil membuka matanya dan
berkata bahwa sore akan semakin larut dan alangkah baiknya ia pulang. Anak
mungil membalas perkataan manusia kecil dengan mengangkat tangan dan
menempelkan jari telunjuknya dibibirnya meminta kawannya untuk kembali diam.
Manusia kecil tertawa kecil melihat prilaku kawannya itu dan akhirnya kembali
memejamkan matanya. Dia pun kembali berkata pada kawanya, “Ini caraku melupakan
rasa panas yang ada di sekelilingku, aku hanya diam dan menanti akan datangnya
angin sejuk yang pasti suatu saat datang padaku dan memadamkan panas itu.” Dan
anak mungin pun membalas perkataan kawannya itu, “kau benar kawanku, dan ini sungguh menyenangkan.” Tak lama mereka
pun terlelap tidur bersama-sama.
0 comments:
Posting Komentar