Sabtu, 16 Februari 2013

Story 2 : Tak Beralur

Tangisan itu masih ada. Terdengar dengan jelas dan pelan. Suara yang dihasilkan memang berirama. Iramanya selalu beragam seiring dengan irama jatuh tiap tetesannya. Tak dapat terduga dimana tiap tetesan itu akan jatuh ataupun seberapa cepatkah waktu pemisah tiap tetesan itu. Namun pastinya apa ada yang kita dapat, pastinya adalah air yang tengah membasahi jalan yang kita pijak. 

Pijakan ini pastinya basah oleh hujan tadi siang. Tapi terasa janggal karena siang ini begitu cerah dan matahari pun masih tetap ingin tersenyum manis dan sengatannya pastilah panas. Tapi anehnya, hujan tetap turun kala itu. Saat dimana panas mendominasi tubuh, saat jus jeruk pastinya mantap sekali diteguk sampai habis, dan di saat raga ini mulai terasa capek.

Capeknya badan ini memang tak dapat dipungkiri lagi. Tapi batin ini masih bisa meronta untuk tetap bertahan. Ya batin yang terisi oleh hati yang memang sangatlah susah untuk kita tebak. sekalipun raga telah hancur, ingatan dan semangat masih menopang hatin untuk berjuang. Walau secara nyata ketidakmungkinan itu pasti. Tapi hati masih bersikeras berkata tidak. Walau raga sudah mengisyaratkan untuk berhenti, apakah hati juga akan berhenti?

Berhenti sejenak memang bukanlah hal yang buruk. Dengan berhenti kita dapat menyisihkan beberapa saat untuk berpikir dalam keadaan relaks. Serta kita dapat melihat dengan jelas darimana awal langkah perjalanan ini. Dapat kita lihat pula jauhnya jarak kita dengan tujuan kita, sudah dekat atau masihkah jauh. Tak hanya untuk melihat-lihat saja, pemberhentian ini pun bertujuan untuk membersihkan noda yang terciprat serta menodai celana panjang ini. Tapi hal itu memang biasa saat berjalan di tanah yang basah. Tapi apakah noda itu dapat secara penuh hilang?

Hilangnya noda itu memang kadang sulit. Mungkin perlu sebuah pembersih terkuat yang bisa menghilangkannya. Kadang dicuci sampai berulang kali pun, hasilnya tetaplah sama. Namun bila kita paksakan hanya akan berakhir merusak tektur dari kain celana itu. Noda di salah satu sisi celanan itu sungguh mengganggu. Walaupun kecil dan kadang tak terlalu diperhatikan orang, tapi diri ini masih merasakan malu dan merasa kotor karenanya.

Kotorkah noda itu? Sepertinya tidak. Mengapa? Karena zat kotor itu telah terbersihkan dan terbawa oleh air sabun itu. Tapi nodanya masih nampak di sisi celana itu. Barang bukti hasil cipratan itu tak bisa kita hilangkan. Tapi kita bisa ubah. Ya dengan mengubah warna celana itu agar nodanya tersamarakan atau kita bisa jadikan noda itu sebagai motif celana. Alhasil kita mendapatkan celana baru. Celana baru yang sebenarnya bernoda. Namun tak terlalu dipikirkan. Noda itu telah memberi warna baru pada celana itu. Tak ada rasa malu lagi untuk beraksi. Tapi dari kasus noda itu pelajaran untuk berhati-hati dalam melangkah sudah  didapatkan. Tak ada lagi kecerobohan, tak ingin lagi kotoran itu menempel dan membekaskan noda lainnya yang berbeda warna.

Hidup ini berwarna. Dilihat dari sisi manapun kita melihat.
Tapi tak semua kita dapati secara serentak.
Masih banyak warna yang mungkin belum kita pernah lihat. Masih banyak gambaran indah hasil perpaduan warna itu yang masih belum kita temukan. Masih banyak waktu untuk bersyukur atas kemampuan kita untuk dapat melihat warna itu. Masih ada masa depan serta ujung dari penantian dan perjuangan kita yang masih belum jelas akan kita warnai apa dan akan menghasilkan warna seperti apa. Dan karena segala kemungkinan itu masih ada. Warna terindah yang kita cari masihlah menunggu disana.

0 comments:

Posting Komentar

 
;